MangroveJakarta.ID kembali membuat series “Mangrove TikTalk” pada hari Sabtu, 25 Desember 2021. Mangrove TikTalk memanfaatkan platform IG Live pada jam 7 dengan menggundang Abdul R. Syawal, aktivis konservasi mangrove muda yang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara dan juga seorang lulusan dari Universitas Halu Oleo, Sulawesi Tenggara, dari program studi sarjana Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
Abdul R. Syawal mulai melakukan kunjungan ke Desa Tapulaga saat masih menjalani pendidikan di semester 4 di tahun 2019. Selanjutnya, Abdul R. Syawal dan kelompoknya memutuskan untuk melaksanakan program KKN di Desa Tapulaga. Dari kunjungan tersebut, Abdul R. Syawal dan timnya berhasil membuat MOU dengan Desa Tapulaga untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove. MOU tersebut ditandatangi oleh Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo dan Kepala Desa Tapulaga.
Pada mulanya, sebagian masyarakat kerap membuka lahan dengan menebang pohon mangrove untuk permukiman dan mencari sumberdaya perikanan. Dari pada itu, keberadaan hutan mangrove terancam habis dan perlu dirahabilitasi. 1000 bibit mangrove jenis Rhizopora sp. ditanam oleh mas Abdul dan tim dalam kegiatan KKN di Desa Tapulaga, Sulawesi Tenggara. Bibit ditanam di area konservasi dengan luas dua hektar. Penanaman tersebut melibatkan kelompok anak-anak, dengan juga memberikan edukasi mengenai manfaat ekosistem mangrove.
Sampai tahun 2021, diperkirakan 50% mangrove tersebut sudah tumbuh dengan baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Diduga ada beberapa faktor yang memengaruhi hal tersebut, seperti kualitas bibit dan tekanan lingkungan di lokasi penanaman.
Selain itu, kegiatan rehabilitasi mangrove kurang mendapat dukungan dari masyarakat setempat, karena kurang sejalan dengan kegiatan pemanfaatan mangrove yang ada. Seiring berjalannya waktu, mas Abdul selalu melakukan pendekatan sosial kepada masyarakat Desa Tapulaga. Selain ke penduduk desa, pendekatan melalui komunikasi juga dilakukan melalui ketua kelompok nelayan dan kepala Desa Tapulaga. Dalam komunikasi sosial tersebut, mas Abdul kerap menyelipkan edukasi mengenai manfaat magrove, sehingga pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melestarikan mangrove meningkat.
“Pemahaman mengenai manfaat mangrove perlu dijelaskan kepada masyarakat, seperti pemecah ombak, perlindungan permukiman dari abrasi dan angin kencang“ tutur Abdul R. Syawal. “Dengan melibatkan masyarakat setempat dalam tiap kegiatan rehabilitasi mangrove, kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian mangrove di Desa Tapulaga juga akan meningkat” sambungnya.
Dari membangun komunikasi tersebut, hingga kini diperikarakan lebih dari 70% masyarakat Desa Tapulaga mendukung dan berpartisipasi dalam program pelestarian dan rehabilitasi mangrove. Sudah selama satu tahun Abdul R. Syawal memutuskan untuk tinggal di Desa Tapulaga untuk terus melakukan konservasi mangrove di sana. Program rehabilitasi mangrove terus dilakukan, termasuk edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat.
Saat ini pengelolaan mangrove berfokus pada pengembangan ekowisata mangrove. Rehabilitasi mangrove dan pemberdayaan masyarakat menjadi hal utama dalam pengembangan ini.
Akhir kata, Abdul R. Syawal menyampaikan harapannya untuk usaha konservasi mangrove di Indonesia, khususnya di Desa Tapulaga. “Semoga bisa ada lebih banyak lagi anak muda yang bergerak dalam konservasi mangrove di lingkungan sekitarnya, dan lebih baik kita menanam sedikit mangrove yang dirawat hingga besar dan bermanfaat, dibandingkan menanam banyak namun tidak diperhatian dan menjadi ceremonial semata”.
Writer: Bayu Pamungkas
Editor: Paundra Hanutama