Hutan Mangrove dihadapkan pada ancaman serius akibat aktivitas manusia. Kegiatan ilegal pertambakan menggerus ekosistem mangrove yang memiliki beragam jenis hayati. Pengrusakan ekosistem ini terjadi secara masif di beberapa wilayah di Indonesia, seperti yang terjadi di Kabupaten Pinrang.
Di sana, kawasan mangrove yang sebelumnya subur dialihfungsikan menjadi tambak dengan cara membabat habis hutan mangrove jenis Api-api yang tumbuh lebat di sana. Para pelaku perusakan mangrove ini, yang semata-mata menginginkan keuntungan ekonomi dalam waktu singkat, tidak memikirkan dampak buruknya di masa depan, seperti bencana akibat kerusakan mangrove dan ketidakseimbangan alam.
Tidak hanya itu, pembabatan hutan mangrove secara liar juga terjadi di Desa Pematang Duku, Bengkalis, Riau, untuk dijadikan tambak udang. Kelestarian Hutan Mangrove di desa tersebut, yang sebelumnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata daerah dan menjadi sumber pendapatan masyarakat, kini terancam punah. Kelompok Tani Mangrove Lestari Alam merasa kecewa dan tidak berdaya melawan pembabatan tersebut. Mereka telah aktif melakukan kegiatan pemberdayaan mangrove sejak tahun 2002 dan melihat mangrove tersebut tumbuh subur dengan akar yang kuat. Hal ini menjadi kekecewaan bagi para petani yang peduli terhadap mangrove.
Di Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Kelompok Tani Hutan Muara Adang Indah, yang juga merupakan aktivis peduli mangrove, berusaha merehabilitasi mangrove di Teluk Adang. Fokus utama rehabilitasi mangrove yang mereka lakukan adalah melalui silvofishery atau wanamina, yaitu sistem pertambakan tradisional yang menggabungkan usaha perikanan dengan penanaman mangrove yang terdegradasi. Para pemuda ini menanam bakau di tambak milik masyarakat untuk memperbaiki keadaan mangrove. Namun, disayangkan bahwa masih terjadi alih fungsi lahan mangrove secara besar-besaran menjadi tambak udang dan ikan bandeng. Bahkan, satu keluarga bisa memiliki tambak seluas 40 hektar. Hal ini berarti mereka telah mengubah 40 hektar hutan mangrove menjadi tambak.
Dengan keadaan ini, penting bagi kita untuk menyadari bahwa perlindungan dan konservasi mangrove sangatlah krusial. Upaya kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk institusi keuangan, sangat diperlukan untuk memastikan kelestarian mangrove.
Mari kita bersama-sama mendukung upaya konservasi mangrove di Indonesia dengan berdonasi melalui Mangrovejakarta.id di platform Kitabisa.com. Dengan berdonasi, Anda dapat memberikan dampak positif langsung dalam pelestarian mangrove. Setiap kontribusi sangat berarti untuk mendukung kegiatan penanaman dan pemeliharaan mangrove, program pendidikan masyarakat, serta pemberdayaan komunitas lokal. Segera kunjungi www.kitabisa.com/mangrovejakartaid dan berikan donasi Anda hari ini untuk membantu menjaga keberlanjutan mangrove di Indonesia. Bersama-sama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi mangrove dan lingkungan pesisir kita.
—————————————————————————————————————————————————————————–
Mangrove Conservation: The Threat of Illegal Aquaculture Activities
Mangrove forests are facing serious threats due to human activities. Illegal aquaculture activities are eroding the diverse ecosystem of mangroves. This ecosystem degradation occurs extensively in several regions in Indonesia, such as in Kabupaten Pinrang.
In this area, previously thriving mangrove areas have been converted into fish ponds by completely clearing the dense growth of Api-api mangrove trees. The perpetrators of this mangrove destruction are solely driven by short-term economic gains, without considering the future consequences, such as the disasters caused by mangrove destruction and ecological imbalances.
Furthermore, rampant clearing of mangrove forests is also taking place in the village of Pematang Duku, Bengkalis, Riau, to establish shrimp ponds. The conservation of the mangrove forest in the village, which had the potential to be developed as a local ecotourism destination and a source of income for the community, is now at risk of extinction. The Mangrove Lestari Alam Farmers Group feels disappointed and powerless against this deforestation. They have been actively involved in mangrove empowerment activities since 2002 and have witnessed the thriving growth of mangroves with strong roots. This situation brings disappointment to farmers who care about mangrove preservation.
In the village of Muara Adang, Long Ikis District, Paser Regency, East Kalimantan, the Forest Farmers Group of Muara Adang Indah, who are also mangrove conservation activists, are working to rehabilitate the mangroves in Teluk Adang. Their primary focus on mangrove rehabilitation is through silvofishery or wanamina, a traditional fish pond system that combines fish farming with the planting of degraded mangroves. These young individuals are planting mangrove trees in ponds owned by the local community to improve the condition of the mangroves. Unfortunately, large-scale conversion of mangrove land into shrimp and milkfish ponds still persists. In fact, a single family can own ponds covering an area of 40 hectares. This means that 40 hectares of mangrove forest have been transformed into ponds.
Given this situation, it is important for us to realize the crucial need for mangrove protection and conservation. Collaborative efforts involving various stakeholders, including financial institutions, are essential to ensure the preservation of mangroves.
Let us join together in supporting mangrove conservation efforts in Indonesia by making donations through Mangrovejakarta.id on the Kitabisa.com platform. Through your donation, you can make a direct and positive impact on mangrove preservation. Every contribution is significant in supporting mangrove planting and maintenance activities, community education programs, and the empowerment of local communities. Visit www.kitabisa.com/mangrovejakartaid today and make your donation to help preserve the sustainability of mangroves in Indonesia. Together, we can create a better future for mangroves and our coastal environment.